Rabu, 22 April 2009

Wow, 150 Juta Per Siswa dari Sampoerna Foundation!

shutterstock
Syaratnya, nilai rata-rata akademis minimum 7.50 sejak di Kelas 7 sampai Kelas 9. Juga, harus berpredikat sepuluh besar di Kelas 9.
/
JAKARTA, Beasiswa sebagai program 'Sampoerna Academy' di SMA Negeri Internasional Sumatera Selatan tersebut disiapkan bagi 150 siswa untuk masa belajar selama tiga tahun. Hal itu dikatakan oleh Akbar Ismail, Program Officer Sampoerna Foundation, Selasa (14/4) di sela diskusi 'Sekolah Bertaraf Internasional, Tantangan Bagi Pendidik' di Jakarta.

Menurut Akbar, beasiswa program sekolah bertaraf internasional berasrama ini mencakup biaya pendidikan, tinggal dan makan di asrama, buku pelajaran, asuransi kesehatan, serta seragam selama tiga tahun ajaran. Untuk kebutuhan tersebut, program ini mendapatkan dukungan dari Sampoerna Foundation senilai 15.000 dolar atau sekitar 150 juta rupiah per siswa.

"Sekolah internasional ini didirikan sebagai bentuk kerja sama antara Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan kami untuk memenuhi kebutuhan sekolah bertaraf internasional yang bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat di daerah tersebut," kata Akbar.

Akbar mengatakan, selama persyaratan dipenuhi, kesempatan ini terbuka lebar bagi seluruh masyarakat Sumatera Selatan. Selain WNI usia 14 sampai 16 tahun, persyaratan utama si siswa harus duduk di Kelas 9 atau SMP Kelas 3 di wilayah Provinsi Sumatera Selatan.

Nilai rata-rata akademik siswa juga harus mencapai minimum 7.50, mulai semester 1 atau Kelas 7 sampai semester 5 (Kelas 9). Prestasi itu juga harus diiringi dengan keharusan siswa berpredikat sepuluh besar di Kelas 9. "Dan si siswa berasal dari keluarga ekonomi menengah ke bawah," kata Akbar.

Kesempatan ini masih terbuka hingga Jumat, 24 April 2009, pekan depan. Untuk memeroleh informasi dan formulir aplikasi bisa didapatkan di masing-masing sekolah di seluruh provinsi Sumatera Selatan.

Selain itu, bisa juga dengan mengunduhnya langsung dari http://sumsel.diknas.go.id atau www.sampoernafoundation.org. Pengumuman peraih beasiswa akan dilaksanakan pada pertengahan Juni 2009 mendatang.
Sumber :

Golkar Pecah Kongsi dengan Demokrat


JAKARTA,— Rapat harian pimpinan Partai Golkar, Rabu (22/4), memutuskan untuk menghentikan pembicaraan koalisi dengan Partai Demokrat yang dilakukan tim dari kedua partai selama satu pekan terakhir.
Dalam keterangan pers di Kantor DPP Partai Golkar, Sekjen Golkar Sumarsono mengatakan, keputusan menghentikan komunikasi politik dengan Demokrat karena tidak didapatkan titik temu dan kesamaan pandangan. "Setelah melakukan komunikasi politik yang intensif untuk melanjutkan pemerintahan SBY-JK selama satu minggu ini, tidak didapatkan titik temu koalisi dari kedua belah pihak," kata Sumarsono kepada wartawan.
Pembicaraan koalisi dengan Demokrat, lanjut dia, tidak mencapai mufakat. Selanjutnya, rapat memutuskan untuk memberikan mandat kepada Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla untuk membangun komunikasi politik dengan partai-partai lain.
Namun, saat ditanya, apakah keputusan ini menutup pintu koalisi dengan Demokrat, Sumarsono memberikan jawaban mengambang, "Ya mandat kepada Ketua Umum untuk membangun komunikasi politik dengan partai-partai politik, di situ termasuk Demokrat," ujarnya.
Sementara itu, Ketua DPP Partai Golkar Syamsul Muarif mengatakan, penghentian pembicaraan koalisi adalah yang dilakukan tim yang khusus dibentuk Golkar. Adapun komunikasi politik oleh Ketua Umum tetap berjalan.
Sumber :

Arus Besar Pembiaran

PERSOALAN besar yang dihadapi bangsa ini sekarang adalah menyangkut penerimaan publik terhadap hasil pemilu legislatif yang digelar pada 9 April lalu.

Yakni, bagaimana publik menerima hasil pemilu itu sekalipun penyelenggaraannya penuh cacat, sekalipun paling amburadul. Cara yang paling bijaksana untuk membuat publik menerima hasil pemilu adalah dengan mengusut tuntas semua kecurangan.

Bawa semua kasus ke pengadilan dan hukum yang bersalah tanpa pandang bulu. Dengan demikian, sekalipun cacat, hasil pemilu kiranya lebih dapat diterima dengan lapang dada karena hukum ditegakkan. Yang berlaku di sini adalah kearifan untuk memaafkan, tetapi tidak melupakan, agar barang busuk tidak terulang kembali.

Akan tetapi, tidak ada tanda-tanda semua itu akan dilakukan. Yang terjadi adalah pembiaran.
Kecurangan pemilu, baik administratif maupun pidana, sesungguhnya menjadi domain Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Berdasarkan ketentuan UU Nomor 10/2008 tentang Pemilu Legislatif, Bawaslu menyampaikan pelanggaran administrasi kepada KPU dan menyalurkan pelanggaran pidana kepada kepolisian untuk diteruskan ke peradilan umum.

KPU dari awal tampak mengambil sikap defensif. Contoh paling terang ketika masyarakat mempersoalkan daftar pemilih tetap yang amburadul, KPU bukan memperbaikinya malah berwacana menyalahkan pihak lain. Begitulah, KPU melakukan pembiaran terhadap pelanggaran administrasi.

Bagaimana dengan pelanggaran pidana? Bawaslu sudah memutuskan untuk memidanakan semua anggota KPU dengan tuduhan KPU telah menyebabkan suara pemilih tidak bernilai karena mengesahkan surat suara yang tertukar.

Salah satu bukti yang diajukan Bawaslu adalah Surat Edaran KPU Nomor 676/KPU/IV/2009 yang menjadi dasar hukum pengesahan surat suara yang tertukar. Akan tetapi, sangatlah mengecewakan, kepolisian bukannya segera menindaklanjuti laporan Bawaslu.

Kepolisian justru bersikeras menolak menanganinya karena menganggap kasus yang dilaporkan Bawaslu itu masuk dalam wilayah kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara.

Padahal, sesuai dengan perintah undang-undang, waktu untuk menyidik tinggal 12 hari dan waktu untuk pengadilan tinggal 17 hari. Dengan kata lain, KPU maupun kepolisian dengan kelakuannya masing-masing, tidak berbuat apa pun agar publik dapat menerima hasil pemilu dengan lebih lapang.

Keduanya bersengaja membiarkan waktu yang menyelesaikan masalah. Ketidakjujuran pemilu tidak perlu diurus sebab saatnya solusi akan datang dengan sendirinya, yaitu ketika mau tidak mau, rakyat akan menerima hasil pemilu.

Yang sedang bekerja adalah pembiaran. Pertama, membiarkan mereka yang mengecam buruknya penyelenggaraan pemilu terus menggonggong sepuasnya, toh rakyat nanti menerima hasil pemilu apa adanya. Basis pemikiran ini adalah rakyat umumnya akan pasrah, akan nrimo.

Kedua, membiarkan lembaga negara tidak bertanggung jawab atas kecurangan pemilu karena yang perlu bagaimana mendapat pembagian kekuasaan. Tidak penting bagaimana cara kekuasaan itu dimenangkan.
Itulah sebabnya, tema pelanggaran pemilu dan upaya penegakan hukum kalah menarik jika dibandingkan dengan tema merapat kepada yang menang. Jangan heran, yang paling seksi dewasa ini adalah berupaya menjadi wapres yang mendampingi SBY. Sebab, mubazir ikut yang kalah.

Begitulah, yang sedang tumbuh adalah arus besar pembiaran. Keadaan yang menyedihkan karena di masa Pak Harto pun terjadi arus besar pembiaran untuk menerima hasil pemilu.
Sumber :http://www.mediaindonesia.com