Senin, 04 Mei 2009

LEGISLASI NASIONAL DPR Mau Berapa Lagi?

”Lho, diundur lagi?” Seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat itu bergumam ketika mendapati kertas pengumuman yang terpasang di lorong menuju ruangan rapat. Awalnya, hari itu ada rapat pembahasan dua rancangan undang-undang yang mesti diikuti anggota DPR bersangkutan.
Namun, pengumuman mendadak itu memastikan dua RUU tersebut bakal ”lebih tua” digodok DPR bersama pemerintah. ”Jangan DPR yang disalahkan, lho. Penundaan ini permintaan pemerintah,” sambungnya, cepat.
Pertengahan April lalu masa persidangan DPR baru dimulai. Pasca-Pemilu Legislatif 2009, aktivitas di Gedung DPR relatif menurun, tidak seramai sebelumnya. Percakapan (dan kesibukan) menyangkut hasil pemilu berikut peluang kembali ke Senayan dan soal koalisi menuju pemilu presiden masih mendominasi. Tugas legislasi seakan terpinggirkan, justru ketika DPR periode 2004-2009 per 3 Maret lalu baru merampungkan 157 RUU. Itu pun ada bagian besar yang merupakan RUU pembentukan daerah otonom baru, ratifikasi, atau pengesahan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Padahal, target Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR periode 2004-2009 mencapai 284 UU.
Seperti diberitakan, Kamis pekan lalu, rapat konsultasi pimpinan DPR, Badan Legislasi, dan pimpinan panitia khusus sepakat dengan target merampungkan 39 RUU sampai akhir periode DPR ini. Rinciannya, 16 RUU ditargetkan selesai untuk masa sidang DPR sekarang yang berakhir pada 3 Juli. Adapun 23 RUU yang lain ditargetkan rampung sebelum DPR baru dilantik pada 1 Oktober 2009.
Tahun terakhir masa jabatannya, DPR berketetapan mengalokasikan 60 persen kegiatan pada pelaksanaan fungsi legislasi dan selebihnya baru untuk fungsi anggaran dan pengawasan. Secara matematis, target jumlah RUU yang disahkan bisa saja terpenuhi (atau sedikitnya mendekati target) dengan ”mengakalinya” melalui memperbanyak pengesahan RUU pembentukan daerah otonom. Terlebih, untuk sementara terdapat total 24 RUU pembentukan daerah otonom baru. Rinciannya, tiga RUU sedang dalam pembahasan tingkat pertama di Komisi II DPR, 17 RUU akan memasuki pembahasan tingkat pertama, dan 4 RUU dalam penyempurnaan.
Menurut Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang, sulit bisa berharap DPR menuntaskan 39 RUU yang ditargetkan rampung sampai akhir masa jabatan DPR periode ini pada 1 Oktober mendatang.
Waktu yang tersisa amat sedikit. Tidak mungkin menyulap kinerja DPR dalam waktu singkat untuk target yang amat banyak. Selain itu, anggota DPR kini pasti lebih banyak mengurus kepentingan pribadinya, terpilih atau tidak terpilih untuk periode mendatang. Dengan begitu, mereka kurang peduli lagi dengan tugas dan kewajibannya.
Menurut Sebastian, dalam kondisi seperti saat ini, lebih baik mendorong DPR memprioritaskan RUU tertentu. Misalnya, RUU Susunan dan Kedudukan Anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD serta RUU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. RUU Susduk bakal dipergunakan DPR periode mendatang. RUU Pengadilan Tipikor terikat dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengharuskan pembentukannya selesai sebelum 19 Desember 2009, dengan risiko jika tak rampung, tindak pidana korupsi akan ditangani pengadilan umum.
Menurut Sebastian, lebih baik DPR tak memaksakan untuk menggarap target yang kelewat banyak. Pasalnya, dalam waktu tersisa yang pendek, dengan kontrol publik merendah, pembahasan RUU bisa terseret menjadi sarana transaksional DPR. Terlebih saat ini, ketika semua disibukkan dengan urusan pemilu, DPR atau pemangku kepentingan lainnya yang berkepentingan dengan sebuah RUU bisa saja memasukkan agendanya sendiri.
DPR pun mencatat, sampai akhir 2008, setidaknya 154 perkara permohonan uji materi (judicial review) UU yang diajukan ke MK. Sejak MK terbentuk Agustus 2003, terhitung 40 perkara uji materi yang dikabulkan. Sebastian mengakui bahwa kini merupakan masa sulit bagi DPR.
Sumber : Kompas cetak.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar